Senin, Mei 18, 2009

DAFTAR 27 KOSMETIK BERBAHAYA MENURUT BPOM

JAKARTA, Inilah daftar kosmetik yang ditarik dari peredaran oleh BPOM karena mengandung bahan berbahaya dan zat warna yang dilarang digunakan dalam kosmetik.

Penggunaan bahan tersebut dalam sediaan kosmetik dapat membahayakan kesehatan dan dilarang digunakan seperti tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.445/MENKES/PER/V/1998 tentang Bahan, Zat Warna, Substratum, Zat Pengawet dan Tabir Surya dalam Kosmetik dan Keputusan Kepala BPOM No.HK.00.05.4.1745 tentang Kosmetik.

Berikut daftar 27 kosmetik berbahaya:

1. Doctor Kayama (Whitening Day Cream) diproduksi oleh CV. Estetika Karya Pratama, Jakarta mengandung merkuri.

2. Doctor Kayama (Whitening Night Cream) diproduksi oleh CV. Estetika Karya Pratama, Jakarta mengandung merkuri.

3. MRC Putri Salju Cream diproduksi oleh CV. Ngongoh Cosmetic, Bekasi mengandung retinoic acid.

4. MRC PS Crystal Cream diproduksi oleh CV. Ngongoh Cosmetic, Bekasi mengandung retinoic acid.

5. Blossom Day Cream, tak diketahui produsennya, mengandung Merkuri.

6.Blossom Night Cream, tak diketahui produsennya, mengandung Merkuri.

7. Cream Malam, distributor Lily Cosmetics, Yogyakarta mengandung Merkuri.

8. Day Cream Vitamin E Herbal diproduksi PT. Locos, Bandung mengandung Merkuri.

9. Locos Anti Flek Vit.E dan Herbal diproduksi PT. Locos, Bandung mengandung Merkuri.

10. Night Cream Vitamin E Herbal diproduksi PT. Locos, Bandung mengandung Merkuri.

11. Kosmetik Ibu Sari Krim Siang, tidak ada produsennya, mengandung Merkuri.

12. Krim Malam, tidak ada produsennya, mengandung Merkuri.

13. Meei Yung (putih) diimpor dari Huang Zhou mengandung Merkuri.

14. Meei Yung (kuning) diimpor dari Huang Zhou mengandung Merkuri.

15. New Rody Special (putih) diimpor dari Shenzhen, China mengandung Merkuri.

16. New Rody Special (kuning) diimpor dari Shenzen, China mengandung Merkuri.

17. Shee Na Whitening Pearl Cream dari Atlie Cosmetic mengandung Merkuri

18. Aily Cake 2 in 1 Eye Shadow "01", tidak ada produsennya, mengandung merah K.3.

19. Baolishi Eye Shadow diproduksi dari Baolishi Group Hongkong mengandung Rhodamin B (merah K.10).

20. Cameo Make Up Kit 3 in 1 Two Way Cake dan Multi Eye Shadow dan Blush dari Tailamei Cosmetic Industrial Company mengandung Rhodamin B.

21. Cressida Eye Shadow, tak ada produsennya, mengandung Rhodamin B.

22. KAI Eye Shadoq dan Blush On mengandung Rhodamin B.

23. Meixue Yizu Eye Shadow diproduksi oleh Meixue Cosmetic Co.Ltd mengandung Merah K.10.

24. Noubeier Blusher diproduksi oleh Taizhou Xhongcun Tianyuan mengandung Merah K 3.

25. Noubeier Blush On mengandung merah K 3 dan Rhodamin B.

26. Noubeier Pro-make up Blusher No.5 diproduksi oleh Taizhou Zhongcun Tianyuan Daily-Use Chemivals Co Ltd mengandung merah K3.

27. Sutsyu Eye Shadow diproduksi oleh Sutsyu Corp Tokyo mengandung Merah K3.

Sumber: http://www.kompas.com



TIPS MEMILIH KOSMETIK YANG AMAN DAN HALAL

Oleh : Muti Arintawati (Anggota pengurus dan Auditor LP POM MUI)

Kesadaran masyarakat tentang keamanan kosmetika yang digunakannya sudah semakin meningkat sejalan dengan munculnya berbagai kasus dampak penggunaan bahan berbahaya dalam kosmetika secara terbuka. Akan tetapi, kesadaran masyarakat Muslim untuk memperhatikan kehalalan bahan yang terkandung dalam kosmetika masih sangat rendah. Kesadaran konsumen yang rendah dengan sendirinya tidak memunculkan tuntutan kepada produsen untuk memperhatikan kehalalan bahan-bahan yang digunakan. Hal ini berkorelasi positif dengan rendahnya minat produsen kosmetika mendaftarkan produknya untuk mendapatkan sertifikat halal. Beberapa produsen pernah mencoba mendaftarkan diri, akan tetapi perlahan-lahan mundur teratur tidak melanjutkan proses sertifikasi.Kondisi di atas tentunya menjadikan masyarakat Muslim perlu lebih meningkatkan pengetahuan tentang kehalalan bahan kosmetika agar dapat memilah dan memilih kosmetika yang akan digunakannya. Akan tetapi pengetahuan ternyata tidak cukup untuk menentukan pilihan karena sampai saat ini masih belum banyak produk kosmetika yang mau mencantumkan komposisi bahan penyusun produknya pada label kemasan. Pada umumnya produsen hanya mencantumkan bahan aktif yang digunakan, bahkan masih sangat banyak yang tidak mencantumkan sama sekali. Menghadapi kenyataan ini, berikut disampaikan beberapa hal yang perlu diperhatikan dan langkah yang dapat ditempuh dalam memilih kosmetika yang aman dan halal.

Legalitas produk
Pilihlah produk kosmetika yang legal. Hal ini ditunjukkan dengan dicantumkannya nomor pendaftaran di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Kode pendaftaran untuk produk kosmetika lokal adalah CD, sedangkan untuk produk impor memiliki kode CL. Legalitas produk merupakan hal yang penting sekali diperhatikan karena saat ini di pasaran telah banjir berbagai produk kosmetika dengan penawaran khasiat dan harga yang menarik, tetapi tidak terdaftar secara di BPOM. Produk-produk illegal ini tidak dapat dimintai pertanggungjawaban jika nantinya terjadi efek samping pada pengguna.

Daftar komposisi bahan
Dengan berbekal pengetahuan tentang bahan-bahan kosmetika, konsumen dapat memilih kosmetika mana yang aman dan halal untuk dipakai. Untuk mengetahui hal ini tentunya konsumen perlu mengetahui jenis-jenis bahan yang dikandung dalam produk kosmetika yang akan dipilihnya. Informasi ini dapat diketahui jika produsen dengan jujur mencantumkan daftar bahan yang digunakan pada label kemasan. Sayangnya sampai saat ini masih sangat sedikit produsen yang mau melakukannya. Minimal produsen hanya mencantumkan bahan aktif yang terkandung dalam produknya, sedangkan sebagian besar hanya mencantumkan khasiat tanpa keterangan bahan sama sekali. Menghadapi kondisi seperti ini konsumen harus lebih ulet lagi mencari jalan untuk mendapatkan informasi, atau mencari alternatif produk lain yang lebih informatif.

Nama dan alamat produsen
Nama dan alamat jelas produsen harus jelas tercantum pada label kemasan sehingga konsumen akan mudah mencari informasi dan mengajukan tuntutan jika terjadi hal-hal yang merugikan akibat penggunaan produk yang diproduksinya. Produsen yang baik biasanya mencantumkan nomor khusus untuk pelayanan konsumen serta alamat situs web yang dapat dihubungi. Sebaliknya tidak jarang produsen tidak memberikan alamat kontak, bahkan tidak menyebutkan nama produsen dan alamat sama sekali.

Langkah mencari informasi
Jika komposisi bahan tidak tercantum pada label kemasan, konsumen dapat mencari informasi langsung kepada pihak produsen. Hal ini tentunya hanya bisa dilakukan jika produsen memberikan informasi lengkap alamat layanan konsumen yang dapat dihubungi, baik melalui telepon, fax ataupun email. Berdasarkan pengalaman, produsen agak alergi jika ditanya soal kehalalan bahan yang digunakan. Hal ini mungkin karena halal merupakan isu yang sangat sensitif di Indonesia. Informasi tentang ada tidaknya kandungan bahan hewani dalam produknya biasanya lebih mudah diberikan produsen jika konsumen bertanya tidak dengan alasan halal, melainkan alasan kesehatan, misalnya alergi.Demikian beberapa hal yang perlu diperhatikan dan langkah yang dapat ditempuh oleh konsumen dalam mendapatkan informasi tentang keamanan dan kehalalan produk kosmetika yang akan digunakannya. Tidak mudah memang mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Konsumen kosmetika di Indonesia masih sangat miskin informasi dan memerlukan usaha keras dan jalan panjang untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan. Hal ini hendaknya tidak menyurutkan langkah untuk berusaha agar hak-hak konsumen dalam mendapatkan informasi yang benar dapat terpenuhi. Jika konsumen tidak peduli dengan haknya, maka produsen pun tidak akan pernah tergerak dan merasa tertuntut untuk memberikan hak konsumen. Jadi marilah kita mulai saat ini dan dari kita sendiri.

Sumber: http://www.republika.co.id/suplemen/

Selasa, Mei 05, 2009

MAKAN HOT DOG, HALAL/HARAM?

Nama Hot Dog memang terasa menakutkan, karena kalau diterjemahkan langsung adalah "anjing panas". Namun jangan langsung tenteram ketika mengetahui bahwa itu bukanlah anjing panas. Makanan yang terbuat dari daging di dalam roti itu harus dilihat kehalalannya dulu sebelum menyantapnya.

Makanan ini asalnya memang dari Eropa. Ia merupakan makanan yang popular dan digemari berbagai kalangan. Terbuat dari roti lonjong yang diiris melintang, kemudian diisi dengan sosis bakar plus sayuran, saus dan dressing.

Dari segi bahan bakunya, perlu dilihat satu per satu status kehalalannya. Pertama tentu saja daging yang digunakan dalam pembuatan sosis. Apakah dagingnya halal atau tidak. Jika yang digunakan adalah daging babi, maka statusnya langsung haram. Sedangkan kalau daging sapi, masih harus dilihat proses penyembelihannya, apakah dilakukan secara Islam atau tidak.

Dalam pembuatan sosis, selain daging juga ditambahkan lemak. Nah, lemak ini juga harus dilihat sumbernya, apakah menggunakan lard (lemak babi), tallow (lemak sapi) ataukah lemak nabati. Untuk mendapatkan tekstur yang lebih baik, maka lemak yang sering digunakan adalah lemak hewani (sapi atau babi). Oleh karena itu harus dilihat secara lebih hati-hati.

Sosis dibentuk menggunakan pembungkus yang transparan. Pembungkus ini ada yang dapat dimakan (edible) ada juga yang tidak dapat dimakan. Khusus untuk hot dog, yang sering digunakan adalah yang dapat dimakan. Pembungkus yang demikian terbuat dari kolagen yang berasal dari jaringan ikat hewan. Nah, ketemu lagi dech dengan yang berasal dari hewan. Pertanyaannya juga sama, apakah hewan halal atau tidak.

Selain itu dari segi penamaan, hot dog juga dapat menimbulkan kesan negative. Majelis Ulama Indonesia pernah mengeluarkan fatwa tentang pelarangan penggunaan nama-nama yang berbau haram, meskipun bahannya sendiri tidak haram. Misalnya nama root beer, meskipun berbeda dengan beer. Atau penggunaan ham dan bacon yang merupakan istilah khusus untuk daging babi. Nah, kalau demikian, hot dog juga bias diklasifikasikan makanan yang memiliki nama berkonotasi anjing. Oleh karena itu sebaiknya memang dihindari. Kalaupun bahannya halal, MUI akan memberikan sertifikat halal jika namanya diganti dengan nama lain yang tidak berkonotasi haram. NW.Sumber: http://www.pkesinteraktif.com

COKELAT BERISI ARAK TELAH BEREDAR, WASPADALAH!!!

Siapa yang tidak suka cokelat? Makanan yang berasal dari biji kakao ini rupanya menjadi favorit untuk semua kalangan. Apalagi dengan penampilan dan rasa yang semakin bervariasi dan memikat. Tahukah Anda, bahwa di dalam makanan lezat itu kadang-kadang tersimpan pasta yang mengandung minuman keras?

Selera konsumen yang terus berkembang mengharuskan produsen cokelat harus berfikir keras untuk menampilkan cokelat yang lebih bervariasi. Kalau dulu kita hanya mengenal cokelat batang yang berisi kacang mede atau kacang tanah, maka kini variasi produk itu sangatlah banyak. Ada yang berbentuk bulat, lonjong, segitiga, bahkan juga lambang atau atribut suatu negara.

Isi cokelat pun semakin bervariasi. Bukan hanya kacang-kacangan, tetapi juga berbagai bahan lain yang dikombinasikan secara pas, sehingga menghasilkan sensasi tersendiri dalam mengunyah cokelat. Misalnya dengan menggunakan paduan antara cream, crispy dan caramel.

Salah satu yang mulai banyak digunakan adalah cream dengan berbagai rasa. Untuk menghasilkan citarasa yang khas kadang juga ditambahkan minuman keras tertentu. Misalnya saja cokelat berisi cream whisky, cream tiramisu, cream liquor, cream rhum dan berbagai jenis minuman keras lainnya.

Mengapa harus minuman keras? Ini karena berkaitan dengan selera konsumen. Di Barat, orang selalu mengkaitkan berbagai makanan dan masakan dengan minuman keras. Ini masalah lidah. Makanan yang tidak mengandung unsur khamer dianggapnya kurang mengundang selera.

Kebiasaan dan budaya makan inilah yang kemudian diekspor ke berbagai negara, termasuk Indonesia. Di Jakarta, beberapa toko sudah ada yang menjual cokelat yang berisi cream minuman keras. Kalau Anda mendapatkan oleh-oleh cokelat dari luar negeri, atau Anda sendiri yang membelinya ketika bepergian ke luar negeri, maka telitilah secara lebih seksama. Bacalah ingredientnya, siapa tahu ada liquor, rhum, whisky dan teman-tenannya. Jika ada harus segera dihindari, karena selamanya yang namanya khamer adalah haram dan najis! NW.
sumber: http://www.pkesinteraktif.com

TIDAK SEPANTASNYA MENANYAKAN TEKNIS PENYEMBELIHAN HEWAN TERNAK DAN AYAM

Oleh: Syaikh Muhamamd bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan.
Pada suatu hari saya mengundang beberapa sahabat dan rekan kerja saya makan siang. Tatkala mereka datang, saya sajikan hidangan makan siang untuk mereka yang di dalamnya ada ayam panggang yang kami masak sendiri di rumah. Saya ditanya oleh salah seorang dari mereka yang dikenal dengan komitmentnya kepada agama, apakah ayam panggang ini produk dalam negeri atau import ? Maka saya jelaskan bahwasanya ayam tersebut import dan kalau tidak keliru berasal dari Perancis. Maka orang itu tidak mau memakannya. Saya bertanya kepadanya, kenapa ? Ia jawab dengan mengatakan, ini haram! Maka saya katakana : Dari mana anda mengambil kesimpulan ini ? Ia menjawab dengan mengatakan : Saya dengar dari sebagian masyayaikh (ulama) yang berpendapat demikian. Maka saya berharap penjelasan hukum syar'i yang sebenarnya di dalam masalah ini dari Syaikh yang terhormat.

Jawaban.
Ayam impor dari negara asing, yakni non Islam, jika yang menyembelihnya adalah ahlul kitab, yaitu yahudi atau nashrani maka boleh dimakan dan tidak sepantasnya dipertanyakan bagaimana cara penyembelihannya atau apakah disembelih atas nama Allah atau tidak ? Yang demikian itu karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah makan daging domba yang dihadiahkan oleh seorang perempuan yahudi kepadanya di Khaibar [1], dan beliau juga memakan makanan ketika beliau di undang oleh seorang yahudi, yang di dalam makan itu ada sepotong gajih [2] dan beliau tidak menanyakan bagaimana mereka menyembelihnya atau apakah disembelih dengan menyebut nama Allah atau tidak ?!

Di dalam Shahih Bukhari diriwayatkan : "Bahwasanya ada sekelompok orang yang berkata kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, Sesungguhnya ada suatu kaum yang datang kepada kami dengan membawa daging, kami tidak tahu apakah disembelih atas nama Allah atau tidak. Maka beliau menjawab, "Bacalah bismillah atasnya oleh kamu dan makanlah". Aisyah radhiyallahu 'anha berkata : Mereka pada saat itu masih baru meninggalkan kekafiran.

Di dalam hadits-hadits diatas terdapat dalil yang menunjukkan bahwa tidak selayaknya (bagi kita) mempertanyakan tentang bagaimana real penyembelihannya jika yang melakukannya orang yang diakui kewenangannya. Ini adalah merupakan hikmah dari Allah dan kemudahan dariNya ; sebab jika manusia dituntut untuk menggali syarat-syarat mengenai wewenang yang sah yang mereka terima, niscaya hal itu akan menimbulkan kesulitan dan membebani diri sehingga menyebabkan syari'at ini menjadi syari'at yang sulit dan memberatkan.

Adapun kalau hewan potong itu datang dari negara asing dan orang yang melakukan penyembelihannya adalah orang yang tidak halal sembelihannya, seperti orang-orang majusi dan penyembah berhala serta orang-orang yang tidak menganut ajaran agama (atheis), maka ia tidak boleh dimakan, sebab Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak membolehkan sembelihan selain kaum Muslimin, kecuali orang-orang ahlu kitab, yaitu yahudi dan nashrani. Apabila kita meragukan orang yang menyembelihnya, apakah berasal dari orang yang halal sembelihannya ataukah tidak, maka yang demikian itu tidak apa-apa.

Para fuqaha (ahli fiqih) berkata : "Apabila anda menemukan sesembelihan dibuang di suatu tempat yang sembelihan mayoritas penduduknya halal, maka sembelihan itu halal", hanya saja dalam kondisi seperti ini kita harus menghindari dan mencari makanan yang tidak ada keraguannya. Sebagai contoh : Kalau ada daging yang berasal dari orang-orang yang halal sembelihannya, lalu sebagian mereka ada yang menyembelih secara syar'i dan pemotongan benar-benar dilakukan dengan benda tajam, bukan dengan kuku atau gigi ; dan sebagian lagi ada yang menyembelih secara tidak syar'i, maka tidak apa memakan sembelihan yang berasal dari tempat itu bersandarkan kepada mayoritas, akan tetapi sebaiknya menghindarinya karena sikap hati-hati.

[Ibnu Utsaimin, Majalah Al-Muslimun, edisi 2]

[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Penyusun Khalid Al-Juraisy, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerbit Darul Haq]

HUKUM MEMAKAN SEMBELIHAN ORANG KAFIR

Oleh: Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin

Pertanyaan.
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin ditanya : Kami kadang-kadang terpaksa harus makan di luar kost tempat tinggal, yaitu di salah satu restaurant Amerika cepat saji (Kentucky, Burger). Semua makanan di situ adalah daging ayam dan daging sapi dan kami tidak tahu bagaimana hewan itu disembelih, apakah dengan cara strum listrik atau ditembak ataukah di cekik. Kami juga tidak tahu apakah disebutkan nama Allah atasnya atau tidak. Pertanyaannya adalah : Apakah boleh bagi kami makan di situ atau tidak ? Terima kasih.

Jawaban.
Kami nasehatkan agar tidak makan daging syubhat (masih diragukan) yang ada di situ, sebab boleh jadi tidak halal. Sebab biasanya orang-orang Amerika tidak mempunyai komitmen dengan penyembelihan syar'i, yaitu penyembelihan dengan pisau yang tajam, menghabiskan semua darahnya dan menyebut nama Allah atasnya. Kebanyakan penyembelihan mereka dilakukan dengan sengatan listrik atau dicelup ke dalam air panas supaya kulit dan bulunya terkelupas dengan mudah agar timbangannya bertambah berat karena menetapnya darah di dalam daging. Dan di sisi lain mereka tidak mengakui adanya keharusan menyebut nama Allah di saat menyembelih. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Artinya : Janganlah kamu memakan hewan yang disembelih tidak menyebutkan nama Allah atasnya". [Al-An'am : 121]

Allah Subhanahu wa Ta'ala membolehkan kita memakan sembelihan ahlu kitab, karena dahulu mereka menyebut nama Allah ketika menyembelihnya dan mereka lakukan dengan pisau hingga darahnya habis tuntas melalui tempat sembelihan.

Demikianlah dahulu kebiasaan mereka, mereka lakukan itu karena mereka komit kepada jaran yang ada di dalam Kitab Suci yang mereka akui. Sedangkan pada abad-abad belakangan ini mereka sudah tidak mengetahui ajaran yang ada di dalam Kitab Suci mereka, maka mereka menjadi seperti orang-orang murtad. Maka dari itu kami berpendapat untuk tidak memakan hewan sembelihan mereka, kecuali jika dapat dipastikan mereka menyembelihnya secara syar'i.

Maka berdasar penjelesan diatas kami berpendapat : Dilarang makan daging syubhat (diragukan) yang ada di restaurant cepat saji tersebut, dan kalian memakan ikan saja di restaurant-restauran atau memilih restaurant Islam yang pemiliknya komitmen dengan sembelihan secara syar'i atau kalian sendiri yang melakukan penyembelihan hewan, seperti ayam dan hewan ternak berkaki empat lainnya.

Jadi kalian tidak makan kecuali sembelihan orang yang kalin percaya dan orang Muslim atau ahlu kitab. Walahu a'lam.

[Demikian dikatakan oleh Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin, pada tgl 19/12/1420H]

[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Penyusun Khalid Al-Juraisy, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerbit Darul Haq]

Senin, Mei 04, 2009

KRITERIA HEWAN SEMBELIHAN YANG HALAL

Menyembelih Sebagai Syarat Halalnya Binatang
Binatang-binatang darat yang halal dimakan itu ada dua macam:

1.. Binatang-binatang tersebut mungkin untuk ditangkap, seperti unta, sapi, kambing dan binatang-binatang jinak lainnya, misalnya binatang-binatang peliharaan dan burung-burung yang dipelihara di rumah-rumah.
2.. Binatang-binatang yang tidak dapat ditangkap.
Untuk binatang-binatang yang mungkin ditangkap seperti tersebut di atas, supaya dapat dimakan, Islam memberikan persyaratan harus disembelih menurut aturan syara'.

Syarat-Syarat Penyembelihan Menurut Syari'at Islam
Penyembelihan menurut syari'at Islam yang dimaksud, hanya bisa sempurna jika terpenuhinya syarat-syarat sebagai berikut:

1). Binatang tersebut harus disembelih atau ditusuk (nahr) dengan suatu alat yang tajam yang dapat mengalirkan darah dan mencabut nyawa binatang tersebut, baik alat itu berupa batu ataupun kayu.

'Adi bin Hatim ath-Thai pernah bertanya kepada Rasulullah s.a.w.: "Ya Rasulullah! Kami berburu dan menangkap seekor binatang, tetapi waktu itu kami tidak mempunyai pisau, hanya batu tajam dan belahan tongkat yang kami miliki, dapatkah itu kami pakai untuk menyembelih?" Maka jawab Nabi:

"Alirkanlah darahnya dengan apa saja yang kamu suka, dan sebutlah nama Allah atasnya." (Riwayat Ahmad, Abu Daud, Nasal, Ibnu Majah, Hakim dan Ibnu Hibban)

2). Penyembelihan atau penusukan (nahr) itu harus dilakukan di leher binatang tersebut, yaitu: bahwa kematian binatang tersebut justru sebagai akibat dari terputusnya urat nadi atau kerongkongannya.

Penyembelihan yang paling sempurna, yaitu terputusnya kerongkongan, tenggorokan dan urat nadi.

Persyaratan ini dapat gugur apabila penyembelihan itu ternyata tidak dapat dilakukan pada tempatnya yang khas, misalnya karena binatang tersebut jatuh dalam sumur, sedang kepalanya berada di bawah yang tidak mungkin lehernya itu dapat dipotong; atau karena binatang tersebut menentang sifat kejinakannya. Waktu itu boleh diperlakukan seperti buronan, yang cukup dilukai dengan alat yang tajam di bagian manapun yang mungkin.

Raafi' bin Khadij menceriterakan:

"Kami pernah bersama Nabi dalam suatu bepergian, kemudian ada seekor unta milik orang kampung melarikan diri, sedang mereka tidak mempunyai kuda, untuk mengejar, maka ada seorang laki-laki yang melemparnya dengan panah. Kemudian bersabdalah Nabi: 'Binatang ini mempunyai sifat primitif seperti primitifnya binatang biadab (liar), oleh karena itu apa saja yang dapat dikerjakan, kerjakanlah; begitulah." (Riwayat Bukhari dan Muslim)

3). Tidak disebut selain asma' Allah; dan ini sudah disepakati oleh semua ulama. Sebab orang-orang jahiliah bertaqarrub kepada Tuhan dan berhalanya dengan cara menyembelih binatang, yang ada kalanya mereka sebut berhala-berhala itu ketika menyembelih, dan ada kalanya penyembelihannya itu diperuntukkan kepada sesuatu berhala tertentu. Untuk itulah maka al-Quran melarangnya, yaitu sebagaimana disebutkan dalam firmannya:

"Dan binatang yang disembelih karena selain Allah ... dan binatang yang disembelih untuk berhala." (al-Maidah: 3)

4). Harus disebutnya nama Allah (membaca bismillah) ketika menyembelih. Ini menurut zahir nas al-Quran yang mengatakan:

"Makanlah dari apa-apa yang disebut asma' Allah atasnya, jika kamu benar-benar beriman kepada ayat-ayatNya." (al-An'am: 118)
"Dan janganlah kamu makan dari apa-apa yang tidak disebut asma' Allah atasnya, karena sesungguhnya dia itu suatu kedurhakaan." (al-An'am: 121)

Dan sabda Rasulullah s.a.w.:

"Apa saja yang dapat mengalirkan darah dan disebut asma' Allah atasnya, maka makanlah dia." (Riwayat Bukhari)
Di antara yang memperkuat persyaratan ini, ialah beberapa hadis shahih yang mengharuskan menyebut asma' Allah ketika melepaskan panah atau anjing berburu, sebagaimana akan diterangkan nanti.

Sementara ulama ada juga yang berpendapat, bahwa menyebut asma' Allah itu sudah menjadi suatu keharusan, akan tetapi tidak harus ketika menyembelihnya itu. Bisa juga dilakukan ketika makan. Sebab kalau ketika makan itu telah disebutnya asma' Allah bukanlah berarti dia makan sesuatu yang disembelih dengan tidak disebut asma' Allah. Karena sesuai dengan ceritera Aisyah, bahwa ada beberapa orang yang baru masuk Islam menanyakan kepada Rasulullah:

"Sesungguhnya suatu kaum memberi kami daging, tetapi kami tidak tahu apakah mereka itu menyebut asma' Allah atau tidak? Dan apakah kami boleh makan daripadanya atau tidak? Maka jawab Nabi: 'Sebutlah asma' Allah dan makanlah.'" (Riwayat Bukhari)
Rahasia Penyembelihan dan Hikmahnya
Rahasia penyembelihan, menurut yang kami ketahui, yaitu melepaskan nyawa binatang dengan jalan yang paling mudah, yang kiranya meringankan dan tidak menyakiti. Untuk itu maka disyaratkan alat yang dipakai harus tajam, supaya lebih cepat memberi pengaruh.

Di samping itu dipersyaratkan juga, bahwa penyembelihan itu harus dilakukan pada leher, karena tempat ini yang lebih dekat untuk memisahkan hidup binatang dan lebih mudah.

Dan dilarang menyembelih binatang dengan menggunakan gigi dan kuku, karena penyembelihan dengan alat-alat tersebut dapat menyakiti binatang. Pada umumnya alat-alat tersebut hanya bersifat mencekik.

Nabi memerintahkan, supaya pisau yang dipakai itu tajam dan dengan cara yang sopan.

Sabda Nabi:

"Sesungguhnya Allah mewajibkan untuk berbuat baik kepada sesuatu. Oleh karena itu jika kamu membunuh, maka perbaikilah cara membunuhnya, dan apabila kamu menyembelih maka perbaikilah cara menyembelihnya dan tajamkanlah pisaunya serta mudahkanlah penyembelihannya itu." (Riwayat Muslim)
Di antara bentuk kebaikan ialah seperti apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar, bahwa Rasulullah memerintahkan supaya pisaunya itu yang tajam.

Sabda Nabi:

"Apabila salah seorang di antara kamu memotong (binatang), maka sempurnakanlah." (Riwayat Ibnu Majah)
Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, bahwa ada seorang yang membaringkan seekor kambing sambil ia mengasah pisaunya, maka kata Nabi:

"Apakah kamu akan membunuhnya, sesudah dia menjadi bangkai? Mengapa tidak kamu asah pisaumu itu sebelum binatang tersebut kamu baringkan?" (Riwayat Hakim)
Umar Ibnul-Khattab pernah juga melihat seorang laki-laki yang mengikat kaki seekor kambing dan diseretnya untuk disembelih, maka kata Umar: 'Sial kamu! Giringlah dia kepada mati dengan suatu cara yang baik.' (Riwayat Abdurrazzaq).

Begitulah kita dapati pemikiran secara umum dalam permasalahan ini, yaitu yang pada pokoknya harus menaruh belas-kasih kepada binatang dan meringankan dia dari segala penderitaan dengan segala cara yang mungkin.

Orang-orang jahiliah dahulu suka memotong kelasa unta (bhs Jawa, punuk) dan jembel kambing dalam keadaan hidup. Cara semacam itu adalah menyiksa binatang. Oleh karena itu Rasulullah s.a.w. kemudian menghalangi maksud mereka dan mengharamkan memanfaatkan binatang dengan cara semacam itu.

Maka kata Nabi:

"Daging yang dipotong dari binatang dalam keadaan hidup, berarti bangkai." (Riwayat Ahmad, Abu Daud, Tarmizi dan Hakim)

Hikmah Menyebut Asma' Allah Waktu Menyembelih
Perintah untuk menyebut asma' Allah ketika menyembelih terkandung rahasia yang halus sekali, yang kiranya perlu untuk direnungkan dan diperhatikan:

1.. Ditinjau dari segi perbedaannya dengan orang musyrik. Bahwa orang-orang musyrik dan orang-orang jahiliah selalu menyebut nama-nama tuhan dan berhala mereka ketika menyembelih. Kalau orang-orang musyrik berbuat demikian, mengapa orang mu'min tidak menyebut nama Tuhannya?
2.. Segi kedua, yaitu bahwa binatang dan manusia sama-sama makhluk Allah yang hidup dan bernyawa. Oleh karena itu mengapa manusia akan mentang-mentang begitu saja mencabut nyawa binatang tersebut, tanpa minta izin kepada penciptanya yang juga mencipta seluruh isi bumi ini? Justru itu menyebut asma' Allah di sini merupakan suatu pemberitahuan izin Allah, yang seolah-olah manusia itu mengatakan: Aku berbuat ini bukan karena untuk memusuhi makhluk Allah, bukan pula untuk merendahkannya, tetapi adalah justru dengan nama Allah kami sembelih binatang itu dan dengan nama Allah juga kami berburu dan dengan namaNya juga kami makan.

Minggu, Mei 03, 2009

HALAL DAN HARAM MENURUT ISLAM

Allah SWT berfirman didalam Al-Qur’an, Surat Al-Baqarah Ayat 188:

Dan janganlah sebagian dari kamu memakan harta sebagian yang yang lain secara batil, dan jangan pula membawa urusan harta itu kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, sedangkan kamu mengetahui.
Keadaan pada waktu turunnya ayat ini disebutkan dalam Ruhul-Maa’ani.
Dua orang sahabat Nabi Muhammad SAW telah berselisih soal sebidang lahan dan membawa persoalan itu kepada beliau. Si penuntut tidak memiliki seorang saksipun untuk mendukung tuntutannya. Rasulullah SAW bertanya kepada pihak tertuntut, “Sanggupkah kamu bersumpah demi Allah bahwa lahan itu milikmu?” Ia setuju. Rasulullah SAW, selanjutnya membaca sebuah ayat dari Al-Qur’an untuk peringatan sebelum bersumpah. Yang beliau baca adalah Ayat 77 dari Surat Ali Imran:

Sesungguhnya, barangsiapa menukar janjinya kepada Allah dengan sumpah-sumpah mereka demi mengambil sedikit keuntungan, maka ia tidak akan mendapatkan bagian (pahala)-nya di akhirat, dan Allah tidak akan berbicara dengan mereka ataupun melihat kearah mereka di Hari Pembalasan, dan tidak pula mereka akan disucikan-Nya. Bagi mereka adalah siksaan yang pedih.

Pemilik lahan yang sekarang menyimak ayat tersebut dan menolak untuk mengangkat sumpah. Ia sangat takut jangan-jangan terdapat kekaburan ataupun kerancuan dalam hal kepemilikan lahan yang diperselisihkan itu dan ia tidak mau menjadi pecundang di Hari Pembalasan kelak. Selanjutnya Nabi SAW menyerahkan lahan itu kepada si penuntut. Perlu diingat bahwa ayat ini telah diturunkan untuk mencegah penguasaan atas kepemilikan orang lain secara curang/ilegal. Serupa juga dengan hal diatas yaitu ; memalsukan bukti kepemilikan / legalitas sertifikat, bersumpah palsu dan memberi kesaksian yang tidak benar, semuanya itu Haram hukumnya. Pada ayat yang terdahulu, ada hal yang sangat menarik, yakni penggunaan kata ‘Bainakum’ (=diantara kamu sekalian). Allah SWT mengajarkan kepada kita bahwa jika kita menyerobot hak-milik/harta orang lain, maka perbuatan inipun sebaliknya akan juga mendorong orang lain untuk berani menyerobot hak-milik/harta kita. Sebagai contoh, jika seseorang mencampurkan air kedalam susu, yang lain pun menjual bahan makanan yang tidak lagi murni, yang lainnya lagi menjual kurma campuran. Begitulah, masing-masing diantara mereka saling memakan harta yang lain secara batil. Jadi, sebenarnya sama halnya semakin bertambah-tambah sajalah seseorang memakan hartanya sendiri secara batil dan tak satupun yang menjadi pemenang dalam perbuatan saling mencurangi ini. Pelajaran kedua adalah, bahwa hal demikian menyakiti orang yang dirugikan hartanya, sebagaimana sakitnya jika anda yang dirugikan. Maka, perlakukanlah harta orang lain sebagaimana kamu menjaga hartamu sendiri.

Umi Salamah RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: ”Aku adalah manusia biasa sebagaimana kalian. Kalian mengadukan perselisihan diantara kalian kepadaku. Boleh jadi salah seorang diantaramu menyajikan pembelaan/alasan yang lebih kuat dan mengesankan sehingga aku terarahkan untuk memutuskan sesuai keinginannya. Tetapi janganlah kalian lupa bahwa yang mengetahui yang sebenarnya hanyalah Allah SWT. Jika bukan hakmu janganlah engkau ambil. Karena bisa saja yang aku serahkan kepadamu kelak menjadi sepetak tempat di Neraka.” (Bukhari dan Muslim)
Kesimpulannya, tak satupun pengadilan, walaupun itu pengadilannya Rasulullah SAW, yang dapat mengubah yang halal menjadi haram, yang haq menjadi bathil, ataupun sebaliknya.
Banyak ayat-ayat AL-Qur’an yang membahas hal serupa. Antara lain dalam Surat Al-Baqarah Ayat 168, Allah SWT berfirman:

Wahai manusia, makanlah yang halal dan baik (thayiban) dari apa-apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kalian ikuti langkah-langkah syeitan. Sungguh, syeitan itu musuh yang nyata bagimu.

Allah SWT pun berfirman untuk hal serupa, didalam Surat An-Nahl Ayat 114:

Maka, makanlah dari rizki yang diberikan Allah kepadamu yang halal lagi baik, dan bersyukurlah atas nikmat Allah jika benar ibadah(pengabdian)-mu hanya kepada-Nya semata.

Kedua ayat diatas sama-sama menggunakan istilah ‘halaalan thayiban’ (halal lagi baik). Halal artinya, apa-apa yang diperbolehkan (tanpa ada ikatan ataupun larangan). Thayib berarti, lebih dari sekedar diperbolehkan, kitapun menyukainya ataupun berselera untuk memakannya.

Sampai disini kita dapat menyimpulkan bahwa kebajikan tidak bisa menjelma kecuali kita mengkonsumsi yang baik-baik. Nabi Muhammad SAW menerangkan ayat ini dengan menekankan bahwa perintah ini tidak hanya untuk para nabi, tetapi juga untuk para pengikutnya. Rasulullah SAW bersabda bahwasanya tidaklah diterima ibadahnya seseorang yang memakan barang yang haram. Beliaupun menambahkan: ”Banyak orang berusaha sekuat tenaga untuk beribadah kepada Allah lalu mengangkat kedua tangannya seraya memohon, “Ya Allah! Ya Allah! kumohon pada-Mu, terimalah ibadahku.” Tetapi jika makanannya haram, minumannya juga haram, pakaiannya pun haram, bagaimana mungkin do’a mereka itu akan dikabulkan?” (Muslim dan Tirmidzi)

Rasulullah SAW beberapa kali bersabda untuk menjelaskan perihal halal dan haram kepada kita umatnya yang beliau kasihi. Rasulullah bersabda, “Barangsiapa makan dari yang halal karena mengikuti sunnahku dan tidak berbuat aniaya kepada orang lain, maka ia akan memperoleh surga.” Para sahabat menanggapi, ”Ya Rasulullah, bukankah hal demikian lumrah dilakukan pengikutmu sekarang ini?” Rasulullah menjawab, “Dan nanti di suatu masa yang akan datang pun banyak orang yang mengikuti perilaku ini.” (Tirmidzi).

Abdullah bin Umar RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Jika kamu mempunyai empat perilaku berikut ini, maka itu cukup bagimu, meskipun kamu tidak mendapatkan keuntungan selain itu di dunia ini:
(a) Memelihara amanah (b) berbicara jujur (c) Memperlakukan orang lain dengan baik (d) Makan dari yang halal saja.

Suatukali, Sa’ad bin Abi Waqqas RA meminta kepada Rasulullah SAW untuk mendoakannya supaya doa yang ia panjatkan dikabulkan Allah SWT. Maka Rasulullah bersabda kepadanya: “Wahai Sa’ad, jika kamu makan dari yang halal dan thayib, Allah akan menjawab semua permohonanmu.” Rasulullah kemudian menambahkan, “Aku bersumpah demi Allah yang nyawaku dalam genggaman-Nya, jika seseorang makan sedikit saja dari yang haram, tak sedikitpun ibadahnya diterima Allah SWT selama empatpuluh hari. Bilamana daging yang membentuk tubuh seseorang terbuat dari unsur yang haram maka hanya api neraka sajalah yang patut bagi tubuhnya.”

Mu’az bin Jabal RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: ”Ketika kita dikumpulkan di Hari Pembalasan, tak seorangpun dapat meninggalkan tempatnya berdiri sehingga ia menjawab lima pertanyaan berikut ini:
1. Umurnya, dimanfaatkan untuk apa selama hidupnya?
2. Masa mudanya, bagaimana ia pergunakan?
3. Hartanya, dari mana ia peroleh?
4. Bagaimana dan kemanakah hartanya ia belanjakan?
5. Ilmu yang didapat, seberapa banyakkah ia amalkan? (Al-Baihaqi)
Abdullah bin Mas’ud RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Demi Tuhan yang nyawaku ada dalam genggaman-Nya, Aku bersumpah bahwa belum sempurna ke-Islam-an seseorang sehingga hati dan lisannya menjadi Muslim dan tetangganya merasa aman dari segala bentuk bahaya yang bisa ia timbulkan. Ketika seseorang memiliki harta yang haram dan disedekahkannya maka Allah tidak menerimanya. Jika dibelanjakannya tidak akan berkah. Jika ditinggalkannya untuk penerusnya berarti ia meninggalkan sesuatu yang membangun jalan menuju Api neraka. Allah tidak akan menghapuskan perbuatan buruk dengan perbuatan buruk yang lebih banyak. Tetapi Allah menghapuskan perbuatan buruk dengan perbuatan baik.”

Abdullah bin Umar RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW menasehati sekelompok pendatang dan bersabda: ”Aku memohon perlindungan Allah dan berharap bahwa 5 perilaku ini tidak terdapat diantara kalian:
1. Ketika tersebar perilaku yang memalukan atau perilaku serba-boleh (permisif) ataupun perilaku bertelanjang, atau pelanggaran aturan berbusana islami dalam sebuah kelompok, maka Allah SWT akan menimpakan kepada mereka wabah penyakit dan sejenisnya yang belum pernah dikenal sebelumnya oleh leluhur mereka.
2. Ketika orang-orang mencurangi timbangan (menilap hak orang lain sebagaimana pernah dilakukan oleh umat Nabi Syuaib AS), maka Allah SWT akan mendatangkan kekurangan pangan dan biaya hidup yang mahal.
Merekapun mengalami deraan fisik yang berkesangatan melelahkan serta kesewenang-wenangan dari para penguasa mereka.
3. Jika mereka tidak membayar zakat, maka akan berakibat terhentinya hujan untuk lahan mereka dan mengakibatkan krisis ekonomi.
4. Jika mereka melanggar ketetapan Allah SWT dan Rasul-Nya SAW, maka dikirimkan-Nya musuh dari luar yang mengeruk kekayaan mereka secara paksa.(Jelas sekali inilah satu dari sebab mengapa muslim seluruh dunia berada dalam penderitaan pada saat ini)
5. Jika para pejabat mereka tidak membuat keputusan berdasarkan petunjuk Allah SWT didalam Al-Qur’an, maka Allah ciptakan perseteruan diantara mereka dan mereka senantiasa bertikai dengan sesama mereka sendiri. (Ibnu Majah)

Semoga Allah SWT menyelamatkan kita dari kepedihan-kepedihan tersebut tadi.
Jelaslah sudah bahwa berbagai kegiatan seremonial dan ritual tidak akan menyatukan Umat Muslim. Umat Muslim hanya akan dipersatukan jika patuh mengikuti cara-cara Halal.
Sangatlah menarik jika kita simak lagi Surat Al-Baqarah Ayat 188, dimana ayat tersebut terletak tepat setelah ayat yang memuat rincian perintah Shaum (puasa), dimana selama waktu berpuasa beberapa hal tertentu yang Halal pun dilarang untuk kita kerjakan.

Dengan demikian tujuan berpuasa adalah untuk mendisiplinkan dan menimba pengalaman mengekang diri sendiri dalam hal pemanfaatan sesuatu yang halal. Didalam puasa terasa betapa besar nilai keteguhan hati dan kesabaran. Pengalaman inilah yang bisa digunakan seseorang untuk mampu menolak sama sekali segala sesuatu yang haram.
Selebihnya, ketika seseorang akan berbuka puasa maka ia haruslah menyiapkan makanan yang halal. Jika ia berbuka dengan yang haram maka puasanya tidak akan diterima oleh Allah SWT.

Terakhir namun tak kalah pentingnya adalah, kriteria halal dan haram haruslah berdasarkan ketetapan Allah SWT semata. Penetapan berdasarkan selain Allah SWT, semisal konferensi ataupun persetujuan internasional, tidaklah akan mampu menyelesaikan permasalahan mengingat bahwa keinginan berbagai kelompok akan diwarnai oleh kepentingan masing-masing. Sama halnya, persetujuan yang dibuat dibawah tekanan perorangan maupun urusan dalam negeri tidaklah bersifat imparsial (bebas kepentingan) dan oleh karenanya menjadi tidak sah (bathil). Hanya hukum Allah SWT sajalah yang bersifat adil senantiasa terhadap semua yang berkepentingan.
Sebagaimana telah disebutkan tadi bahwa Allah SWT sendirilah yang menetapkan halal dan haram. Bahkan tidak seorang Nabi pun di masa kapan pun yang diberi mandat/kewenangan untuk membuat ketetapan. Tidak ada celah dalam sistem Allah SWT, sistem-Nya benar-benar Sempurna.

Semoga Allah SWT menganugerahkan kepada kita kemampuan untuk tetap bertahan pada yang halal dan menjauhkan kita dari keadaan yang tidak ada kejelasan dan meragukan (syubhat). Amiin.